Minggu, 28 Maret 2010

Ginandjar Tak Yakin LB Moerdani Akan mengkudeta Soeharto

Jakarta - Ginandjar Kartasasmita meragukan Letjen TNI LB Moerdani akan mengkudeta Presiden Soeharto pada 1983. Ketua DPD itu menduga isu kudeta dihembuskan oleh orang yang tidak sehat kejiwaannya.

"Pada masa-masa terakhir karir beliau (Moerdani), memang ada beberapa perbedaan pandangan dengan Pak Harto. Tapi tidak mungkin sampai beliau menggerakkan sebuah kudeta," kata Ginandjar dalam pesan singkat yang diterima detikcom, Jumat (13/3/2009).
Letjen Purn Sintong Panjaitan, dalam bukunya 'Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando', menyatakan, Kapten Prabowo Subianto akan melakukan counter coup untuk menggagalkan rencana kudeta Letjen TNI LB Moerdani terhadap Presiden Soeharto.

Sintong yang pernah menjadi penasihat Presiden Habibie itu juga menyebut counter-coup akan dilakukan dengan menculik beberapa petinggi ABRI antara lain LB Moerdani, Letjen Soedharmono, Marsdya Ginandjar Kartasasmita dan Letjen Moerdiono.

Menurut Ginandjar, LB Moerdani merupakan prajurit yang lurus, disiplin, dan berani. Banyak jasa yang sudah diberikan Moerdani kepada negara. Salah satunya Moerdani diterjunkan di Irian Barat dalam perang merebut kembali provinsi tersebut.

"Beliau salah seorang yang berhasil kembali dengan selamat. Beliau juga berperan penting dalam menyelamatkan republik dari kudeta PKI di tahun 1965. Beliau sangat loyal kepada Pak Harto," jelas Ketua DPD RI ini.

Ginandjar mengatakan, beberapa jenderal yang diduga terlibat dalam kudeta yang ada pada buku karya Sintong Panjaitan tersebut adalah tidak benar. "Bukan hanya tidak benar tapi bisa datang dari jiwa yang tidak sehat," imbuhnya.

Ginandjar pun sebenarnya mengagumi LB Moerdani namun bukan berarti sepaham sepenuhnya dengan visi politiknya. LB Moerdani dikenal sebagai seseorang yang memiliki kecurigaan terhadap kelompok-kelompok Islam, tidak suka ICMI, dan tidak cocok dengan BJ Habibie.

"Dalam hal ini saya tidak sejalan dengan Pak Benny. Tapi saya tidak yakin bahwa Pak Benny akan melanggar Sapta Marga dan sumpah prajuritnya dengan melancarkan kudeta," tegasnya.
(gus/iy)

Blog Dr: http://www.detiknews.com/read/2009/03/13/104627/1098830/10/ginandjar-tak-yakin-lb-moerdani-akan-mengkudeta-soeharto

LB Moerdani (1932-2004)

LB Moerdani (1932-2004)
Militer dan Intelijen Sejati


Mantan Panglima ABRI Jenderal (Pur) Leonardus Benyamin Moerdani meninggal dunia sekitar pukul 01.30 WIB Minggu 29 Agustus 2004 di RSPAD Gatot Soebroto. Mantan Menhankam dan intelijen kawakan kelahiran Cepu 2 Oktober 1932 ini sudah dirawat di rumah sakit tersebut sejak 7 Juli 2004 karena stroke dan infeksi paru-paru.

Jenazah disemayamkan rumah duka Jalan Terusan Hang Lekir IV/43, Jakarta Selatan dan kemudian di Markas Besar TNI Angkatan Darat. Upacara penghormatan jenazah di Mabes AD dipimpin oleh Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Ryamizard Ryacudu. Dimakamkan hari itu pula pukul 13.45 Wib di Taman Makam Pahlawan Kalibata, dengan inspektur upacara Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto. Sedangkan upacara keagamaan dipimpin Pastur Suito Panito.



Penghormatan yang mengiringi kepergiannya sangat terasa khidmat. Bendera Merah Putih yang dibentangkan setinggi dada serta tembakan salvo mengiringi jrnazah Benny ke liang lahat.



Para pelayat, mulai dari kerabat, sejumlah pejabat dan mantan pejabat negara, baik sipil maupun militer, berduyun-duyun mengantarkannya dari kediaman di Jalan Hang Lekir, Jakarta Selatan, ke Mabes TNI Angkatan Darat hingga ke TMP Kalibata.

Mantan Presiden Soeharto didamping putrinya, Siti Hardiyanti Rukmana, serta enderal (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono yang didampingi istrinya, Kristiani Herawati melayat ke kediaman almarhum.


Sementara Presiden Megawati Soekarnoputri beserta suami, Taufik Kiemas, menghadiri upacara penghormatan terakhir dan serah terima jenazah mantan Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) itu saat almarhum disemayamkan di Mabes TNI AD.



Saat disemayamkan di Mabes TNI AD, hadir mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid, Panglima Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat (Kostrad) Letnan Jenderal Bibit Waluyo, sejumlah purnawirawan TNI, serta beberapa pejabat pemerintahan era Orde Baru, seperti Harmoko, Ali Alatas, dan Fuad Hassan.



Begitu pula di pemkaman, hadir sejumlah pejabat, mantan pejabat militer dan tokoh-tokoh lainnya, antara lain mantan Wakil Presiden Jenderal (Purn) Try Sutrisno dan mantan Panglima ABRI Jenderal (Purn) Edi Sudrajat, Des Alwi, Frans Seda dan sejumlah pengamat dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), seperti Harry Tjan Silalahi, Sofjan Wanandi, dan Mari Pangestu.



Sebagai rasa hormat kepada almarhum, Panglima TNI memerintahkan seluruh markas jajaran TNI di seluruh Indonesia mengibarkan bendera Merah Putih setengah tiang selama tujuh hari, terhitung mulai 29 Agustus 2004. penghormatan itu diberikan mengingat jasa-jasa Benny kepada ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) dan negara.

Hari-hari sebelumnya sejumlah pejabat dan tokoh menjenguknya yang tengah dirawat di ruang Intensive Care Unit (ICU) lantai 4 kamar bernomor 408 RSPAD sejak hari Selasa (6/7). Dia antara tokoh yang menjenguknya:Panglima TNI Jendral Endriartono Sutarto dan Taufik Kiemas.



L.B. Moerdani meninggalkan seorang istri, Hartini dan seorang putri, Irene Ria Moerdani serta lima orang cucu). Semasa menjabat Menhankam/Pangab, jenderal bintang empat ini sangat disegani di negeri ini. Pada saat menjabat Menhankam/Pangab, dia malah disebut-sebut sebagai orang nomor dua terkuat setelah Presiden Soeharto. Dia memang dikenal seorang jenderal yang tegas, sosoknya benar-benar militer sejati.



Prestasinya terukir sebagai penata organisasi intelijen di tubuh militer. Benny, demikian panggilan akrabnya, merupakan penggagas Badan Intelijen Strategis (Bais) pada 1983. Sebuah lembaga intelijen melengkapi lembaga serupa yang sudah ada yakni Badan Koordinasi Intelijen Negara (1969). Dia juga sukses mereorganisasi sejumlah komando daerah militer dan memodernisir peralatan TNI semasa menjabat Pangab.

Mantan Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban ini juga sukses dalam sejumlah operasi militer. Di antaranya Operasi Seroja di Timor Timur pada 1975 dan Operasi Woyla 1981.



Dia juga dikenal sebagai negarawan yang dijuluki kalangan diplomat asing sebagai the only statesman in Indonesia.


Legendaris

Benny dikenang sebagai peletak modernitas ABRI. Banyak hal yang telah diperbuat LB Moerdani semasa hidupnya. Bukan hanya menjadikan lembaga intelijen berkembang secara profesional, tapi juga juga membangun persenjataan yang lebih modern, pendidikan, latihan dan kerja sama dengan negara lain di bidang pertahanan.



Dia figur berkepribadian kuat, memiliki profesionalitas militer yang sangat kental, sedikit bicara, tegas, dan tidak bertele-tele jika berbicara. Bahkan Direktur Jenderal Strategi Pertahanan Departemen Pertahanan Mayjen TNI Sudrajat menilai LB Moerdani sebagai jenderal legendaris yang setara dengan Sudirman, Nasution, dan Simatupang.



Menurut Sudrajat, selain punya karisma luar biasa, Beliau bisa membawa bangsa ini kepada suasana stabil, saling memahami, dan di tengah-tengah itu memformulasikan nilai-nilai demokrasi.

Anggota Dewan Kehormatan Harry Tjan Silalahi menilai LB Moerdani sebagai pahlawan, patriot sejati Indonesia. Sebab, ia selalu berjuang dan melaksanakan tugasnya untuk negeri ini melampaui apa yang diwajibkan. "Kita menamakannya Patriot 24 Karat," tuturnya kepada Kompas (30/8/2004)

Sofjan Wanandi berpendapat, LB Moerdani termasuk sosok militer yang berani mengkritik Soeharto, tetapi tetap menunjukkan loyalitasnya. "Dia juga menjadi korban ketika mulai tidak disukai Soeharto," ucapnya.

Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menilai mendiang sebagai seorang prajurit yang berdedikasi tinggi dan tidak pernah memikirkan hal lain, selain negara dan kesatuannya.

"Beliau seorang ksatria," kata Gus Dur sebagaimana ditulis dalam pengantar biografi LB Moerdani.

Namun, Gus Dur juga menulis, ternyata seorang LB Moerdani yang sedemikian perkasa masih mau diperintah untuk menjalankan kebijakan "petrus" (penembakan misterius). Kebijakan tersebut dijadikan semacam terapi kejut oleh pemerintahan Soeharto untuk mengurangi angka kejahatan.

"Muka Beliau setelah membaca tulisan saya seperti berubah jadi ’merah-biru’. Tapi kemudian Beliau mengatakan, 'Baik, dimuat’. Saya kemudian mendatanginya dan mengatakan, ’Saya paling senang berurusan dengan seorang ksatria’," ujar Gus Dur tentang itu.

Sosok Benny juga terbilang kontroversial. Selain banyak yang mengenangnya sebagai prajurit sejati, gagah dan prajurit negarawan, juga ada pihak yang mengenangnya dalam sosok lain.

Dia memang seorang jenderal yang meninggalkan banyak jejak semasa Orde Baru masih gagah perkasa. Pada masanya menjabat Panglima ABRI, dialah jenderal yang banyak disebut paling berpengaruh setelah Pak Harto. Wajah sangarnya sering hadir di banyak peristiwa yang menonjol. Bahkan setelah Orde Baru tumbang, bayang-bayangnya masih banyak dalam pembicaraan politik.

Kebersamaannya dengan Pak Harto dimulai pada saat perebutan Irian Barat. Pada perang yang dikomandani Mayor Jenderal Soeharto itu, Mayor Benny yang memimpin Operasi Naga iberhasil memimpin penyusupan.

Setelah itu, 1967-1974 Benny bertugas di luar negeri (Kuala Lumpur dan Seoul) sebagai diplomat. Di era akhir 1960-an hingga awal 1970-an itu, nama yang membayangi Pak Harto adalah mendiang Jenderal Ali Moertopo, yang juga salah satu mentor Benny di bidang intelijen.

Kemudian Benny diangkat sebagai pimpinan Satgas Intelijen Kopkamtib (1974). Kemudian menjabat asisten intelijen Hankam, dan kepala pusat Badan Intelijen Strategis (Bais) yang didirikannya. Hingga meraih posisi puncak menjabat Panglima ABRI sekaligus Panglima Kopkamtib sampai 1988.

Pada saat Benny menjabat Pangab itulah, terjadi Peristiwa Priok 1984. Benny kerap dianggap sebagai orang yang sengaja memojokkan golongan tertentu. Namun, Benny membantahnya di hadapan para kiai Ponpes Lirboyo, Kediri, "Saya ingin menegaskan, umat Islam Indonesia tidak dipojokkan. Dan tidak akan pernah dipojokkan."

Kesetiaannya sebagai pembantu Presiden untuk menjaga "stabilitas nasional" memang tidak hanya menggetarkan kalangan aktivis muslim. Banyak separatis dan gerilyawan, seperti orang Timtim umumnya yang agamanya Katolik, juga mendapat tindakan tegas pada masa itu.

Namun kesetiaannya kepada Pak Harto tidak harus membungkuk-bungkuk seperti kebanyakan tokoh lain. Benny, konon, malah punya keberanian mengingatkan Pak Harto agar putra-putri dikendalikan. Walaupun hal itu harus berakibat hubungannya dengan sang jenderal besar tersebut merengggang.



Apalagi, seperti ditulis Kivlan Zen, Benny dianggap berambisi menduduki kursi wakil presiden pada Sidang Umum MPR 1988. Berakibat Pak Harto marah dan memberhentikan Benny dari Jabatan Panglima ABRI beberapa hari sebelum SU MPR dimulai. Sehingga Benny pun kehilangan kendali terhadap Fraksi ABRI di DPR/MPR. Hal ini disikapi Brigjen Ibrahim Saleh, dengan interupsi menolak Sudharmono sebagai Wapres. Brigjen Ibrahim Saleh pun dipecat. Pada masa itu, interupsi dianggap suatu keberanian luar biasa yang dianggap penguasa ibarat ledakan bom dalam suasana 'stablilitas nasional' yang tenang. ►tsl


*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

Blog Dr: http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/l/lb-moerdani/index.shtml

In Memoriam Benny Moerdani Sosok Intelijen Yang Misterius

MINGGU sekitar pukul 01.00 WIB, Jenderal (Purn) Leonardus Benny Moerdani mengembuskan napasnya yang terakhir di RSPAD Gatot Subroto Jakarta.

Siang harinya Presiden Megawati Soekarnoputri didampingi suaminya, Taufik Kiemas, tiba di Markas Besar Angkatan Darat Jalan Veteran untuk melayat jenazah mantan menhankam/ pangkomkamtib tersebut, yang disemayamkan di Ruang AH Nasution.

Megawati yang menggunakan kebaya oranye muda disambut KASAD Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu dan langsung masuk ke Ruang AH Nasution. Di tempat itu juga telah tampak mantan presiden KH Abdurrahman Wahid beserta istrinya, Ny Sinta Nuriyah. Hadir pula mantan capres dari Partai Golkar Jenderal (Purn) Wiranto yang juga mantan menhamkam/ pangab.

Keempat tokoh tersebut, Megawati, Wiranto, Gus Dur, dan Ryamizard didampingi oleh Taufik Kiemas dan Ny Sinta Nuriyah tampak duduk berdampingan di dekat jenazah LB Moerdani, yang dikenal sebagai tokoh kunci dalam pembentukan Badan Intelijen Nasional itu.

Sejumlah pejabat dan mantan pejabat militer juga hadir, antara lain, Kepala Bapennas Kwik Kian Gie, mantan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, Gubernur DKI Sutiyoso, dan mantan KSAD Wismoyo Arismunandar,

LB Moerdani meninggal di RSPAD Gatot Subroto akibat stroke. Dia meninggalkan seorang istri, satu putri, dan lima cucu.

Berbicara mengenai almarhum, orang tidak dapat melepaskan dari kiprahnya di panggung politik nasional yang penuh dinamika. Benny yang pernah menjadi orang nomor satu di tubuh TNI, saat menduduki jabatan Panglima ABRI 1983 pernah membuat berbagai manuver yang sering dicurigai baik oleh kawan maupun lawannya.

Pria kelahiran Cepu, Jateng, 2 Oktober 1932 tersebut mengawali kariernya di AD saat masih bernama TKR di Solo akhir 1945. Selanjutnya kiprah dia di AD memang sangat menonjol sebagai prajurit yang tangguh, profesional, ditunjang dengan keberaniannya yang menjurus nekat.

Dari penuturan rekan-rekan sejawatnya, diketahui bahwa Benny dalam sebuah pertempuran saat operasi 17 Agustus 1958 di Sumatera pernah bergerak terlalu cepat mengejar musuh yang lari, sehingga jaraknya dengan pasukan induk hingga beberapa kilometer.

Padahal Benny hanya bersenjatakan senapan mesin ringan dengan amunisi yang terbatas. Namun bisa membuat musuh mengira sedang dikejar oleh pasukan berkekuatan penuh. Saat itu RPKAD memang belum sekuat dan terlatih seperti Kopassus saat ini.

Bahkan, ada cerita, saat akan diterjunkan pada operasi penumpasan pemberontakan PRRI tersebut, banyak anggota RPKAD yang belum benar-benar bisa terjun, termasuk juga Benny yang saat itu berpangkat letnan.

Begitu prestasinya didengar oleh petinggi AD, Benny akhirnya sering diterjunkan pada operasi-operasi militer yang penting dan sangat berisiko. Pada saat Trikora, dia dengan pangkat kapten ditunjuk sebagai komandan pasukan RPKAD yang diterjunkan di daerah musuh.

Terjunnya Benny di belantara Papua sangat merepotkan pasukan pendudukan Belanda. Karena dia sering melakukan serangan mendadak dan kemudian segera menghilang. Namanya pun menjadi legenda, dan Belanda makin dipusingkan olehnya.

Ada sebuah cerita pada saat Belanda melakukan penyergapan terhadap pasukan Benny di hutan, dia berhasil lolos. Namun pakaian tempurnya tertinggal. Sebagai alat untuk mengobati kejengkelan mereka kepada Benny, baju tempur itu dipasang di sebuah kayu, dan dijadikan untuk sasaran latihan menembak dan melempar pisau.

Kisah itu juga sampai ke telinga Presiden Soekarno. Sehingga saat operasi telah selesai, Bung Karno langsung menganugerahkan bintang jasa kepada Benny dan kenaikan pangkat dari kapten menjadi mayor.

Woyla dan Pangab

Saat Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto, nama Benny menanjak lagi. Yaitu saat operasi penumpasan kelompok teroris Imran yang membajak Pesawat Garuda Woyla. Benny yang saat itu menjabat Asintel Panglima ABRI serta Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) dengan pangkat letnan jenderal langsung mengirimkan pasukan Kopassus yang dipimpin Letkol Sintong Panjaitan.

Akhirnya operasi penumpasan pembajakan di Bandara Don Muang Bangkok itu bisa dilaksanakan, walaupun merenggut nyawa pilot Herman Rante dan anggota Kopassus Lettu A Kirang. Keberhasilan operasi Woyla itu sampai ke telinga Presiden Soeharto.

Atas jasa Benny yang dinilai Soeharto telah mampu menjaga nama bangsa di kancah internasional, dia langsung mengangkat menjadi Panglima ABRI menggantikan Jenderal M Yusuf. Penunjukan Benny yang dalam kategori junior menjadi panglima ABRI memunculkan banyak tuduhan.

Karena di sisi lain ada seorang senior, yaitu Letjen Himawan Sutanto yang menjabat sebagai Kepala Staf Operasi Panglima ABRI. Himawanlah yang selama ini membawahkan Benny. Menjelang pengangkatan Benny, muncul isu-isu yang tidak sedap. Yaitu, pembajakan teroris tersebut adalah murni rekayasa Benny melalui BAIS. Dia sengaja menggalang kaum ekstremis Islam untuk dijadikan alat merekayasa prestasi-prestasinya dan menyudutkan umat Islam.

Operasi penumpasan teroris itu dilakukan Benny sendirian tanpa koordinasi dengan M Yusuf selaku pangab. Serta Benny melakukan potong kompas itu karena untuk menyelamatkan posisinya yang belum pernah menempuh pendidikan Seskoad atau Lemhanas serta menjabat panglima kodam. Yang jelas pengangkatan dia menimbulkan kecemburuan di kalangan perwira tinggi AD.

Para wartawan tentu akan menanyakan hal ini kepada Benny. Dan Benny sudah mengantisipasinya, sehingga saat dia akan dilantik menjadi Panglima ABRI oleh Soeharto, langsung pasang muka angker kepada para wartawan. Dia bahkan ''membentak'' wartawan yang berani mendekatinya untuk memotret.

Saat dia menjabat Panglima ABRI, tidak ada lagi jabatan rangkap sebagai menhankam. Menhankam kemudian dijabat oleh mantan KSAD Jenderal Poniman. Namun dia tetap powerfull. Sebagai panglima, dia menjadi pangkopkamtib, membawahkan BAIS dan mengendalikan Kopassus. Bahkan, saat dia tidak lagi menjadi panglima ABRI (digantikan Try Soetrisno) dan menjadi menhankam (1998), BAIS masih dikendalikannya.

Selama menjabat sebagai panglima ABRI, harus menghadapi peristiwa Tanjung Priok 12 September 1984. Setelah dicap sebagai orang yang tidak senang atas kekuatan Islam, penanganan kasus Tanjung Priok tersebut makin memosisikan Benny yang beragama Katholik itu berhadapan dengan umat Islam.

Hingga kini peristiwa Tanjung Priok masih menjadi perdebatan, apakah ini murni dari umat Islam yang menentang pemberlakuan asas tunggal, atau rekayasa intelijen untuk maksud-maksud tertentu. Yang jelas hingga kini penyelesaiannya melalui jalur hukum masih diwarnai pro dan kontra.

Dan pemeriksaan terhadap Benny oleh Kejaksaan Agung, karena sakit stroke, tidak bisa dilakukan. Masih banyak misteri yang belum terungkap di balik peristiwa Tanjung Priok. Dari peristiwa Tanjung Priok 1984, beralih kepada Sidang Umum MPR 1988, yang menunjukkan peran besar Benny dalam politik.

Dalam sidang yang agendanya juga akan memilih wakil presiden baru, Benny sudah menyusun strategi untuk menjadikan dirinya sebagai wapres. Namun saat itu dia harus berhadapan dengan Soedarmono SH. Namun rencananya itu dapat tercium Soeharto dan posisinya sebagai pangab langsung digantikan Try Soetrisno.

Dengan posisinya yang bukan lagi sebagai pangab, tentu saja dia tidak bisa lagi mengomando Ketua Fraksi TNI Bambang Triantoro untuk mengeluarkan pernyataan mendukungnya. Akhirnya Benny hanya bisa menyuruh Ibrahim Saleh untuk interupsi saat pengetukan palu tanda pengesahan Sudharmono sebagai wapres.

Padahal, andaikan rencana dia tidak tercium, Benny akan membuat Soeharto sulit menolak rencananya. Misalnya Fraksi TNI secara bulat menyatakan dukungannya kepada Benny selaku Panglima TNI untuk menjadi wapres dengan pertimbangan-pertimbangan reputasinya yang baik selama ini. Bila Soeharto menolak Fraksi TNI, dia akan terkesan sangat otoriter alias tidak demokratis.

Menurut berbagai sumber, Soeharto memang sangat khawatir bila Benny akan menguat, mungkin ini sama halnya ketika M Yusuf juga mulai menjadi legenda di kalangan ABRI saat itu. Juga pernah terbetik isu, Benny pernah menggalang kekuatan kritis untuk menggulingkan Soeharto yang mulai dekat ke kelompok Islam dengan ditandai kehadirannya pada Deklarasi ICMI di Unibraw Malang, sehingga muncul pernyataan Soeharto saat dalam perjalanan ke luar negeri, ''Yang inkonstitusional akan saya gebuk.''

Lepas dari segala pro-kontra, termasuk perannya yang melahirkan ABRI Hijau dan Merah Putih, Benny adalah sosok tentara sekaligus negarawan yang tangguh. Namun ketangguhannya sebagai manusia ada batasnya. Stroke dan infeksi paru-paru menggerogoti tubuhnya, sehingga mengharuskannya menjalani perawatan intensif di RSPAD Gatot Subroto sejak 7 Juli lalu.

Indonesia dan TNI kehilangan sosok Benny Moerdani. Sosok yang terlihat pendiam, tertutup, dan misterius sebagaimana seorang intelijen. Namun percaya atas prinsipnya yang teguh, yang tercermin pada raut wajahnya yang laksana Sphinx. Pantas bila dia diberi penghormatan bendera setengah tiang selama 7 hari. (F4-33t)

Senin, 30 Agustus 2004
Sumber: http://www.suaramerdeka.com/harian/0408/30/nas05.htm